Kamis, 31 Maret 2011

Permasalahan dalam Penyajian Penyisihan Piutang

Sekarang kita bicara mengenai penyajian penyisihan piutang.  
What happened aya naon, kok disebut-sebut permasalahan
Nothing serious, actually...hanya saja, jika diperuncing, bisa jadi betul-betul serius. Tergantung bagaimana menyikapinya.

Permasalahan #1, penyajian akun Penyisihan Piutang dalam neraca tahun 2010 belum dapat dilakukan meskipun dalam Pasal 19 PMK Nomor 201/PMK.06/2010 disebutkan bahwa “Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.”, yaitu tanggal 23 November 2010.

Permasalahan #2, terbelahnya penyajian akun piutang dalam neraca sampai dengan tahun 2009.
Untuk permasalahan #1, sudah ada kesepakatan antara pihak inisiator PMK dengan pihak kompilator laporan keuangan bahwa Penyisihan Piutang diterapkan secara bertahap. Penerapan secara bertahap ini dapat dilaksanakan karena diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan yang berbunyi, “Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual.

Untuk menyampaikan hal tersebut, sudah dikirimkan surat bertanggal 23 Maret 2011 ke seluruh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga (K/L), bahwa:
a. Belum ada akun tersendiri untuk Penyisihan Piutang sehingga cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun 2010.
b. Karena batas akhir penyampaian laporan keuangan unaudited sudah terlampaui, maka diungkapkan dalam CaLK Tahun 2010 audited.
c.  Belum ada input terkait penyisihan piutang tidak tertagih dalam sistem akuntansi yang ada.
d.  Nilai Penyisihan Piutang disajikan dalam Neraca dan diungkapkan secara memadai dalam CaLK mulai Tahun 2011 bagi seluruh K/L.

Permasalahan #2, terbelahnya penyajian akun piutang dalam neraca sampai dengan tahun 2009 diduga bermula dari definisi Aset Lancar dalam paragraf 54 dan 55 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan.

"54. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
a.   diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
b.   berupa kas dan setara kas.
Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.

55. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. ....Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan...."
Naaah... pernyataan “diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan” menyebabkan penyajian akun piutang di neraca menjadi terbelah:
  1. di kelompok Aset Lancar untuk piutang yang diduga diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan
  2. di kelompok Aset Lainnya untuk piutang yang diduga diterima lebih dari 12 (dua belas) bulan
Pada neraca tahun-tahun sebelumnya, penyajian yang terbelah tersebut, oke-oke saja. Namun dengan adanya peraturan Penyisihan Piutang, hal itu menjadi sulit diterapkan.
Bagaimana mungkin?
Mari kita bandingkan.

Piutang sebesar Rp12.500.000,00 dengan komposisi kualitas piutang sebagai berikut.



Penyajian di Neraca, seharusnya:



Penyajian di Neraca apabila piutang “...dalam waktu 12 (dua belas) bulan...” termasuk dalam piutang Kualitas Lancar dan piutang “...lebih dari 12 (dua belas) bulan...” termasuk dalam piutang Kualitas Lancar, Kualitas Kurang Lancar, Kualitas Diragukan, dan Kualitas Macet:


Lalu, di manakah Penyisihan Piutang untuk piutang Kualitas Lancar, Kualitas Kurang Lancar, Kualitas Diragukan, dan Kualitas Macet sebesar Rp400.000,00 tersebut diletakkan apabila piutangnya sendiri berganti akun menjadi Aset Lain-lain?
Nama akun Penyisihan Piutang untuk 3 (tiga) golongan tersebut menjadi:
  1. Penyisihan Aset Lain-lain, atau
  2. Penyisihan Piutang yang diletakkan di Aset Lain-lain? Kalau seperti ini, berarti ada (2) dua  akun Penyisihan Piutang, satu diletakkan di bawah akun Piutang, satu di bwah akun Aset Lain-lain....
Cara terakhir ini selain tidak lazim, tentu merepotkan. Apalagi jika divariasikan seperti neraca terdahulu: piutang yang diserahkan penagihannya ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/DJKN saja yang dimasukkan dalam Aset Lain-lain, atau piutang Kualitas Macet saja. Lalu bagaimana mana piutang Kualitas Kurang Lancar dan Kualitas Diragukan?
Untuk menyederhanakannya, maka dalam surat bertanggal 23 Maret 2011 tersebut juga disebutkan:
...untuk piutang yang sudah diserahkan ke PUPN/DJKN dan dimasukkan ke dalam akun Aset Lain-lain agar tidak dilakukan reklasifikasi akun atau tetap disajikan dan diungkap dalam akun piutang yang bersangkutan dengan menghitung penyisihan piutang sebagaimana piutang kualitas macet.
So then, apakah akun Piutang dan akun Penyisihan Piutang masih perlu terbelah lagi?

 Salam,

Tim Klinik




1 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus