Rabu, 21 Desember 2011

What Next?

Terima kasih atas segala perhatiannya.

Pembagian kualitas piutang menjadi empat, lima, atau berapapun, bukanlah tujuan utama penyusunan PMK penyisihan piutang tidak tertagih. Yang menjadi tujuan adalah pembenahan aset negara berupa piutang Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Dengan adanya kewajiban menghitung penyisihan piutang, setiap satuan kerja didorong untuk menata catatan piutangnya sehingga tahapan penagihan dari awal sampai dengan piutang tersebut lunas atau justru masuk kategori macet dan diserahkan ke PUPN, dapat lebih terpantau. Diharapkan, kelak tidak ada proses penagihan yang terhenti bertahun-tahun dengan berbagai kondisi seperti kondisi yang ada saat ini, di antaranya:
- tidak jelas akan ditagih ke mana/siapa,
- tidak jelas jumlah yang akan ditagih,
- ditagih tapi dengan cara yang membuat tagihan tersebut tidak dapat ditagih,
- upaya debtor retention,
- tidak ditagih dengan alasan yang tertentu,
dan berkas penagihan dilihat apabila menjadi temuan pemeriksaan.


Pengukuran nilai penyisihan piutang tidak tertagih yang lebih mudah, kalaupun diperlukan oleh entitas pelaporan untuk menyajikan piutang dalam nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value), adalah dengan menggunakan single percentage atau persentase tunggal yang dihitung berdasarkan:
- saldo piutang per tanggal neraca, atau
- nilai penjualan/pemberian produk (barang maupun jasa) yang pembayarannya tidak dilakukan secara tunai.
Hal ini berbeda dengan PMK 201 yang menyediakan beberapa persentase, yaitu 0,5%, 10%, 50%, dan 100%.


Penggunaan persentase tunggal atau berapa pun banyaknya persentase yang diatur dalam kebijakan akuntansi penyisihan piutang, dibangun dengan cara yang sama, yaitu dengan berdasarkan data historis piutang beberapa tahun. Dari penelitian awal terkait rencana rumus penghitungan penyisihan piutang yang akan digunakan untuk menghitung persentase penyisihan piutang kelak, diperoleh hasil yang beragam, baik ekonometrika atau pun rumus yang berbasis statistika. Sebagai contoh, terjemahan berikut sempat menjadi salah satu sumber.


Sambil menunggu data piutang beberapa tahun tersebut terkumpul dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, tentunya cara-cara lama yang kurang konstruktif atau kurang efektif, layak mengalami perbaikan. Bukan agar kebijakan akuntansi penyisihan piutang kelak lebih mudah dibuat, tetapi justru diharapkan tidak perlu dibuat; bukan dilatarbelakangi oleh keengganan, tetapi karena hasil penagihan piutang terealisasi seluruhnya.


Salam,


@ PN & KNL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar